Tugas Kelompok Sejarah
Nama Kelompok :
1.
Dian Intan Permatasari
2.
Indah Senthia
3.
Intan Amaliah
4.
Reni Nur Hidayati
5.
Nurhalimah
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang MahaKuasa yang telah
member karunia-Nya atas selesainya rangkuman Batu Indra giri.
Didalam buku ini terdapat penjelasan asal muasal tentang Batu Indra
giri Beserta Gambar-gambarnya dan ditambah dengan asal usul Kerajaan
Sadurengas.
Kami harapkan Buku ini dapat bermanfaat dan dapat menambah wawasan
kita tentang salah satu sejarah Kabupaten Paser, yaitu Batu Indra Giri.
Terima Kasih
Daftar Isi
Kata Pengantar………………………………………………………………......i
Daftar isi ………………………………………………………………………ii
Batu Indra Giri…………………………………………………………………1
Asal Usul kerajaan Sadurengas…………………………………………………...2
Gambar-gambar ………………………………………………………………...6
Sumb er………………………………………………………………………...8
Batu Indra Giri
Batu Indra Giri adalah
batu yang dibawa oleh tim ekspedisi penyebaran agama islam dari Kerajaan Demak
bernama Abu Mansyur Indra Jaya. Lokasi diatas terletak kurang lebih 500 m
sebelah tenggara dari museum Sadurengas. Batu Indra Giri ini menurut sejarahnya
adalah batu yang dibawa oleh tim ekspedisi penyebaran agama islam yang bernama,
Abu Mansur Indera Jaya. Konon menurut ceritanya batu tersebut selain untuk
pemberat sehingga perahu layer tidak oleng diterpa gelombang, juga sebagai
isyarat bahwa dimana batu ini dijumpai oleh pengikut ekspedisi disitulah akan
didirikan mesjid. Oleh karena itulah disekitar lokasi Batu Indra Giri tersebut
pernah berdiri sebuah mesjid yang tertua di Kabupaten Paser yang kala itu
diberi nama mesjid “Dosai Tana” selain itu juga terdapat meriam peninggalan
bangsa Eropa.
Asal
Usul Kerajaan Sadurengas (Kabupaten Paser)
Dalam Kecamatan
Pasir Belengkong terdapat sebuah kerajaan yang dijadikan sebagai museum,
menyimpan banyak sejarah bagi masyarakat paser secara menyeluruh. Pasir
dahulunya bernama kerajaan “Sadurangas”. Adapun asal-usul keturunan raja-raja
Pasir ialah Kuripan (Amuntai sekarang), yang menurut ceritanya pada pertengahan
abad ke XVI (kira-kira dalam tahun 1565) di daerah Kuripan ini mengalami
pergolakan di kalangan pemerintahannya sendiri.
Pada waktu itu
Temenggung Duyung dan Temenggung Tukiu, dua orang Panglima Kerajaan Kuripan
yang menderita akibat perang saudara di Rantau Panyaberangan, telah melarikan
diri ke daerah timur melalui desa Batu-Butok, dengan membawa seorang bayi
perempuan.
Bayi kecil
tersebut bukanlah diculik, akan tetapi dilarikan dengan sengaja dalam suatu
rencana yang telah diatur sebelumnya. Sang bayi adalah puterinya Aria Manau
(juga merupakan salah seorang Panglima Kuripan), rekan Temenggung Duyung
sendiri, yang dengan susah payah melalui rimba belantara akhirnya sampai juga
ke bagian Timur yang bernama “Sadurangas”, yang ketika itu ternyata merupakan ”daerah
tak bertuan”.
Setelah Aria
Manau mengetahui bahwa puteri kesayangannya telah diselamatkan ke Sadurangas,
maka dengan segera Panglima ini menyusul ke sana untuk menemui puterinya.
Setelah sekian lama berada di daerah tersebut, oleh karena penduduk sekitar
tidak mengenal namanya dan dari mana asal-muasalnya maka penduduk sekitar lebih
mengenal Aria Manau dengan sebutan “Kakah Ukop” yang berarti orang tua pemilik
kerbau putih yang bernama Ukop. Karena pada waktu itu Aria Manau memelihara
kerbau putih bernama Ukop, sedangkan istrinya sendiri oleh penduduk sekitar
dipanggil dengan sebutan “Itak Ukop” sedangkan sang bayi dinamainya “Putri
Betung”.
Kira-kira pada
pertengahan tahun 1575 Masehi, Putri Betung diangkat dan diakui oleh penduduk
sekitar sebagai raja pertama di Sadurangas (Pasir). Sebagai seorang raja maka
Putri Betung berhak menerima barang-barang kerajaan berupa; ceret, tempat air,
pinggan melawen, batil dari tembaga ~barang-barang tersebut ada disimpan oleh
Adjie Lambat~, gong tembaga ada di Batu Butok, sumpitan akek, kipas emas,
sangkutan baju, dan sebuah peti dari batu yang berasal dari seseorang yang
ditemui “Kakah Ukop” dalam suatu pelayaran yang mengharuskannya menyerahkan
barang-barang tersebut apabila di Pasir telah memiliki seorang raja.
Rakyat di
daerah tersebut merasa berbahagia mempunyai seorang raja putri yang selain arif
bijaksana, tetapi juga terkenal kecantikannya.
Setelah Putri
Betung dewasa, Ia dikawinkan dengan seorang raja dari tanah Jawa (Giri),
bernama Pangeran Indera Jaya, yang datang dengan kapal layar yang membawa
sebuah batu. Setelah perkawinan itu, maka batu yang dibawanya dari Jawa (Giri)
lalu dibongkarnya, sehingga sampai sekarang batu tersebut masih tersimpan di
Kampung Pasir (Benua) yang lebih dikenal oleh penduduk sekitar dengan sebutan
“Batu Indera Giri” dan dikeramatkan orang.
Dari
perkawinan dengan Pangeran Indera Jaya, Putri Betung memperoleh seorang putera
yang diberinya nama Adjie Patih dan seorang puteri yang diberinya nama Putri
Adjie Meter. Adjie Patih kemudian menjadi raja menggantikan Putri Betung.
Dari hasil perkawinannya, Adjie Patih memperoleh seorang putera yang diberinya
nama Adjie Anum.
Sedangkan
saudaranya Adjie Patih yang bernama Putri Adjie Meter menikah dengan seorang
Arab keturunan Ba’alwi dari Mempawah – Kalimantan Barat.
Suami Putri
Adjie Meter inilah yang menyebarkan agama Islam di daerah Pasir, kurang lebih
250 tahun yang lampau. Dari hasil perkawinannya dengan seorang Arab inilah,
Putri Adjie Meter memperoleh dua orang anak yang diberinya nama Imam Mustafa
dan Putri Ratna Berana. Salah seorang anak Putri Adjie Meter yang bernama Putri
Ratna Berana ini kemudian dikawinkan dengan anaknya Adjie Patih yang bernama
Adjie Anum. Dari sinilah selanjutnya menurunkan raja-raja Pasir hingga saat
ini.
Pada waktu itu
Temenggung Duyung dan Temenggung Tukiu, dua orang Panglima Kerajaan Kuripan
yang menderita akibat perang saudara di Rantau Panyaberangan, telah melarikan
diri ke daerah timur melalui desa Batu-Butok, dengan membawa seorang bayi
perempuan.
Bayi kecil
tersebut bukanlah diculik, akan tetapi dilarikan dengan sengaja dalam suatu
rencana yang telah diatur sebelumnya. Sang bayi adalah puterinya Aria Manau
(juga merupakan salah seorang Panglima Kuripan), rekan Temenggung Duyung
sendiri, yang dengan susah payah melalui rimba belantara akhirnya sampai juga
ke bagian Timur yang bernama “Sadurangas”, yang ketika itu ternyata merupakan
”daerah tak bertuan”.
Setelah Aria
Manau mengetahui bahwa puteri kesayangannya telah diselamatkan ke Sadurangas, maka
dengan segera Panglima ini menyusul ke sana untuk menemui puterinya. Setelah
sekian lama berada di daerah tersebut, oleh karena penduduk sekitar tidak
mengenal namanya dan dari mana asal-muasalnya maka penduduk sekitar lebih
mengenal Aria Manau dengan sebutan “Kakah Ukop” yang berarti orang tua pemilik
kerbau putih yang bernama Ukop. Karena pada waktu itu Aria Manau memelihara
kerbau putih bernama Ukop, sedangkan istrinya sendiri oleh penduduk sekitar
dipanggil dengan sebutan “Itak Ukop” sedangkan sang bayi dinamainya “Putri
Betung”.
Kira-kira pada
pertengahan tahun 1575 Masehi, Putri Betung diangkat dan diakui oleh penduduk
sekitar sebagai raja pertama di Sadurangas (Pasir). Sebagai seorang raja maka
Putri Betung berhak menerima barang-barang kerajaan berupa; ceret, tempat air,
pinggan melawen, batil dari tembaga ~barang-barang tersebut ada disimpan oleh
Adjie Lambat~, gong tembaga ada di Batu Butok, sumpitan akek, kipas emas,
sangkutan baju.
Gambar-Gambar